Oleh: Latifah Dwi Nurhalizah*
Tradisi membangunkan orang untuk bersahur dengan bunyi-bunyian yang berasal dari berbagai benda yang dipukul dan ditabuh hari ini perlahan mulai hilang. Hari ini setiap orang memiliki smartphone yang juga dapat berfungsi sebagai alarm untuk membangunkan mereka. Tapi berbeda dengan di Pacitan, di sini ada yang lebih meriah, lebih unik, lebih hangat dan lebih hidup untuk membangunkan orang agar tidak terlambat makan sahur, yaitu Rontek.
Setiap memasuki bulan Ramadan jalanan kampung di Pacitan pasti akan mulai ramai sejak dini hari. Bukan karena banyaknya kendaraan yang berlalu-lalang, melainkan suara-suara khas yang berasal dari ember, galon, kentongan, bahkan wajan yang dipukul-pukul. Anak-anak muda yang penuh semangat akan berkeliling kampung dengan memukul-mukul alat seadanya. Semuanya akan membaur dalam sebuah irama yang mungkin tak beraturan secara nadanya tapi teratur dalam nuansa.
"Sahuuur… sahuuur... sahuuur!" teriak mereka yang terkadang akan diselingi dengan lagu-lagu lucu, yel-yel kreatif bahkan teriakan spontan yang bikin orang-orang tua tertawa dalam kantuknya.
Rontek bukan hanya soal membangunkan sahur. Ini merupakan sebuah tradisi, warisan dan ekspresi kegembiraan dalam menyambut bulan suci. Sederhana, namun Rontek menyimpan makna yang dalam seperti gotong royong, kebersamaan dan semangat menjaga satu sama lain dalam kebaikan. Para orang tua di desa-desa membiarkan anaknya ikut serta dalam kegiatan Rontek sebagai bentuk latihan sosial. Mereka akan belajar bersosialisasi, berani tampil dan turut serta dalam menjaga waktu ibadah.
Beberapa kelompok Rontek bahkan tampil dengan serius. Mereka akan berlatih terlebih dahulu, kemudian mempersiapkan semua properti yang dibutuhkan, bahkan ada juga yang memakai kostum unik. Jalanan kampung tersulap menjadi panggung kecil yang penuh warna. Walaupun hanya berlangsung satu bulan dalam satu tahun tapi kenangan Rontek ini bisa tinggal lama dalam ingatan.
Di tengah gempuran teknologi dan perubahan zaman, Rontek tetap hidup di Pacitan. Rontek mungkin terdengar bising bagi sebagian orang yang belum terbiasa, tapi bagi warga yang sudah akrab dengan tradisi ini, Rontek adalah musik. Rontek merupakan musik sahur yang tak akan pernah bisa digantikan oleh nada dering apapun.
Tradisi ini mengingatkan kita tentang Ramadan yang bukan hanya tentang ibadah yang bersifat personal tapi juga tentang bagaimana kita merawat kebersamaan dengan orang lain. Rontek juga telah membuktikan bahwa membangunkan orang untuk sahur pun bisa menjadi ladang amal, bisa menjadi seni dan juga bisa menciptakan tawa.
Jadi, jika berada di Pacitan saat Ramadan, jangan kaget dan heran karena pada tengah malam akan terdengar suara gaduh penuh irama. Itu adalah Rontek—sebuah suara cinta dari kampung yang tak pernah tidur demi kebersamaan di bulan penuh berkah ini.
*Mahasiswa Tadris Bahasa Indonesia IAIN PonorogoEditor: Rangga AgnibayaGambar ilustrasi diambil dari https://jatim.times.co.id/news/berita/tnpov0v1d3/Pemkab-Pacitan-Larang-Rontek-Bangunkan-Sahur-Bolehkan-Hiburan-Malam-Buka
🩷🩷
BalasHapus