Nilai Profetik Ramadan

 



Oleh: M. Fathurahman

Dosen FTIK IAIN Ponorogo

Penulis buku Fikih Ekologi: Penanaman Karakter Peduli Lingkungan Pada Anak Usia Dini

Puasa Ramadhan bukan saja ritual yang berdimensi teosentris (ketuhanan) semata, akan tetapi juga sarat akan nilai-nilai antroposentris (kemanusiaan). Oleh Karena itu, ibadah ini bukan lagi semata identik dengan pemaknaan ibadah vertikal an sich, melainan juga ibadah bumi yang melibatkan seluruh potensi bagi orang yang menjalankannya.

Acapkali didengungkan antara dua hal yang sejatinya tak perlu dihadap-hadapkan (oposisi biner), yakni kesalehan individual maupun kesalehan sosial. Sudah selayaknya keduanya tampil sebagai entitas yang berdampingan, sehingga tidak lagi dijumpai term ahli ibadah namun anti sosial, demikian pula sebaliknya mahir komunikasi sosial namun tak doyan ibadah. Maka sesungguhnya, agar mudah dipahami, yakni saleh individual merupakan makanan ruhani, dan saleh sosial merupakan makanan jasmani. Keduanya memiliki peran yang penting. 

Selanjutnya, terdapat tiga konsep yang dapat dikategorikan sebagai nilai profetik di bulan Ramadan. Pertama, konsep humanisasi. Konesp ini memiliki makna bahwa pelaksanaan puasa sejatinya dapat memunculkan pelajaran tentang rasa kemanusiaan jika kita mampu mengoptik realitas di sekitar kita. Di luar sana tidak jarang dijumpai orang yang rela menahan lapar dahaga namun bukan karena ibadah, tapi lebih karena keadaan yang memaksa mereka melakukan itu. Maka nilai moral dari hal ini adalah munculnya kesadaran bahwa dengan rizki yang kita miliki sudah sepantasnya berbagi dengan orang membutuhkan.

Kedua transendensi, perilaku yang relate dengan nilai ini adalah bahwa dengan puasa orang diajarkan untuk menyadari bahwa keberadaannya di muka bumi ini adalah peribadatan. Oleh sebab itu, sudah jamak diketahui bahwa ibadah dibagi menjadi dua jenis yakni mahdhah dan ghoiru mahdhah. Ibadah yang termasuk madhah seperti sholat, zakat maupun kewajiban privat lainnya. Di sisi yang lain, ibadah ghoiru mahdhah adalah ibadah yang menyentuh dimensi lain dari sisi kemanusiaan seperti peka nurani dan peduli terhadap penderitaan orang lain.

Konsep ketiga adalah liberasi. Fakta berbicara bahwa puasa dapat dijadikan ajang untuk membebaskan dari sekian belenggu, baik belenggu kebodohan maupun ketertinggalan. Meski melakukan puasa orang dapat saja memberikan pendidikan kepada yang membutuhkan, terlebih lagi suasana puasa sebagaimana bulan ini. Misal melalui cara memberikan kultum bakda subuh, bakda duhur atau bakda tarawih. Hal ini jika dimaksimalkan akan efektif guna mewujudkan nilai liberasi puasa itu sendiri, yakni membebaskan manusia dari belenggu ketertinggalan informasi maupun ilmu yang tengah berkembang.

Editor: Rangga Agnibaya

*Gambar ilustrasi diambil dari https://www.fajarpendidikan.co.id/wasiat-setelah-ramadan-berakhir/

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak